Jakarta: Belakangan kata cathinone ramai diperbincangkan masyarakat pascapenangkapan artis Raffi Ahmad Cs. Presenter acara musik di salah satu stasiun televisi swasta itu terbukti mengonsumsi zat narkotika jenis baru. Zat tersebut belum diatur dalam perundang-undangan di Indonesia.

Menurut Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan Napza BPOM Antonia Retno Tyas Utami, cathinone tidak termasuk golongan obat-obatan dan narkotika dengan efek terapi.
Menurut Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan Napza BPOM Antonia Retno Tyas Utami, cathinone tidak termasuk golongan obat-obatan dan narkotika dengan efek terapi.
Cathinone sama sekali belum pernah diuji klinis sebagai obat di seluruh dunia. "Jadi BPOM tidak punya wewenang untuk mengawasi," katanya saat dihubungi Selasa (29/1).
Bahwa cathinone tidak memiliki efek terapi juga diamini Kepala BPOM Lucky S Slamet. Menurut Kepala BPOM, cathinone merupakan zat baru psikotropika yang diekstrak dari tumbuhan catha edulis yang banyak ditemukan di negara pecahan Uni Soviet, Azerbaizan.
"Zat ini memberikan efek samping seperti perasaan senang luar biasa (euforia), hilang nafsu makan dan halusinasi," jelas Lucky.
Retno menambahkan, tanpa melihat secara langsung BPOM sulit untuk menentukan bahwa zat yang dimaksud oleh BNN adalah benar-benar cathinone.
Menurut dia, di dalam dunia narkotika ada molekul sejenis cathinone yang bernama katinona. Zat katinona satu keluarga dengan ekstasi dan memberikan efek halusinasi senang dan tubuh tidak mudah lelah. "Kalau zat katinona, sudah termasuk sebagai jenis narkotika dalam UU Psikotropika," ujarnya.
Retno menyatakan BPOM memang diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan pada zat narkotika. Tapi dia menggarisbawahi bahwa narkotika yang diawasi dan diberi izin edar harus yang memiliki efek terapi pengobatan.
Contoh narkotika yang memiliki efek terapi adalah morphin. Untuk peredaran, BPOM memberi nomor registrasi edar, aturan dosis dan siapa yang bisa memberikan. Cathinone sendiri hingga saat ini diketahui tidak memiliki efek terapi.
Karena itu, BPOM bersedia diajak bekerja sama dengan BNN untuk melakukan uji laboratorium terhadap narkotika yang diduga jenis baru tersebut.
Pada kesempatan berbeda, psikiater Dadang Hawari menegaskan bahwa petugas BNN tidak perlu ragu memproses secara hukum Raffi Ahmad dan kawan-kawan kalau terbukti mengonsumsi zat adiktif walau katagori zat belum masuk dalam UU Psikotropika.
"Yang terpenting zat itu memiliki sifat yang sama dengan narkotika, yaitu bersifat adiktif dan merusak tubuh," tandasnya. (Cornelius Eko Susanto/OL-9)
Bahwa cathinone tidak memiliki efek terapi juga diamini Kepala BPOM Lucky S Slamet. Menurut Kepala BPOM, cathinone merupakan zat baru psikotropika yang diekstrak dari tumbuhan catha edulis yang banyak ditemukan di negara pecahan Uni Soviet, Azerbaizan.
"Zat ini memberikan efek samping seperti perasaan senang luar biasa (euforia), hilang nafsu makan dan halusinasi," jelas Lucky.
Retno menambahkan, tanpa melihat secara langsung BPOM sulit untuk menentukan bahwa zat yang dimaksud oleh BNN adalah benar-benar cathinone.
Menurut dia, di dalam dunia narkotika ada molekul sejenis cathinone yang bernama katinona. Zat katinona satu keluarga dengan ekstasi dan memberikan efek halusinasi senang dan tubuh tidak mudah lelah. "Kalau zat katinona, sudah termasuk sebagai jenis narkotika dalam UU Psikotropika," ujarnya.
Retno menyatakan BPOM memang diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan pada zat narkotika. Tapi dia menggarisbawahi bahwa narkotika yang diawasi dan diberi izin edar harus yang memiliki efek terapi pengobatan.
Contoh narkotika yang memiliki efek terapi adalah morphin. Untuk peredaran, BPOM memberi nomor registrasi edar, aturan dosis dan siapa yang bisa memberikan. Cathinone sendiri hingga saat ini diketahui tidak memiliki efek terapi.
Karena itu, BPOM bersedia diajak bekerja sama dengan BNN untuk melakukan uji laboratorium terhadap narkotika yang diduga jenis baru tersebut.
Pada kesempatan berbeda, psikiater Dadang Hawari menegaskan bahwa petugas BNN tidak perlu ragu memproses secara hukum Raffi Ahmad dan kawan-kawan kalau terbukti mengonsumsi zat adiktif walau katagori zat belum masuk dalam UU Psikotropika.
"Yang terpenting zat itu memiliki sifat yang sama dengan narkotika, yaitu bersifat adiktif dan merusak tubuh," tandasnya. (Cornelius Eko Susanto/OL-9)
Sumber : Metrotvnews.com
No comments:
Post a Comment
* Silahkan berkomentar dengan SOPAN,SANTUN dan BIJAK tidak SPAM
* Jika anda tidak memiliki akun Google anda bisa gunakan Name/URL
* Mohon jangan menyisipkan Link Hidup!!!
* Dukung blog ini untuk menjadi blog yang di harapkan oleh pembaca
* Berilah komentar yang bersifat baik
*Blog ini DOFOLLOW & Baklink jadi banya banyak Komentar
<=============SALAM PERSAHABATAN =============>